Selasa, 25 November 2014

PENELTIAN UPAYA MENANGGULANGI KEKERASAN SEKSUAL



BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang esensial bagi setiap manusia. Di Indonesia sendiri, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan adanya pendidikan diharapkan suatu bangsa dapat memperbaiki kualitas sumber daya manusia yang dimiliki sehingga mereka dapat mengatur dan mengolah segala kekayaan negara yang dimiliki sebaik mungkin serta mampu membawa kemajuan bangsanya.
Pendidikan di indonesia telah berlangsung sejak zaman dahulu. Pada mulanya pendidikan yang didapatkan oleh bangsa ini sangatlah minim. Banyak orang yang berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pada masa penjajahan, bangsa Indonesia sangat kesulitan dalam mendapatkan pendidikan karena para kaum pribumi dilarang untuk menuntut ilmu. Mereka hanya diperkerjakan oleh mereka. Tidak banyak kaum yang mendapatkan pendidikan. Hanya kaum – kaum tertentu yang mendapatkannya, seperti bangsawan.
Saat ini, pendidikan berlangsung lebih baik daripada pada zaman dahulu. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat juga mempengaruhi kualitas pendidikan yang ditawarkan. Namun, di tengah kemajuan – kemajuan yang telah dihembuskan, masih saja terdapat beberapa permasalahan yang harus dihadapi oleh bangsa ini. Oleh karena itu, kami mengambil judul “Upaya Orang Tua dan Guru dalam Mengantisipasi Terjadinya Kekerasan Seksual di Paud Sps Al-Hidayah Desa Blabak Kecamatan Pesantren Kota Kediri”.



B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana peranan pemerintah, masyarakat, dan lembaga lainnya terhadap kasus kekerasan seksual dalam dunia pendidikan?
2.    Apa upaya yang dilakukan oleh orang tua dalam mengantisipasi terjadinya kekerasan seksual di PAUD SPS Al – Hidayah Desa Blabak Kecamatan Pesantren Kota Kediri?
3.    Apa upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengantisipasi terjadinya kekerasan seksual di PAUD SPS Al – Hidayah Desa Blabak Kecamatan Pesantren Kota Kediri?

C.       Tujuan Penelitian
1.    Menjelaskan peranan pemerintah, masyarakat, dan lembaga lainnya terhadap kasus kekerasan seksual dalam dunia pendidikan .
2.    Menjelaskan upaya yang oleh tua murid PAUD SPS Al – Hidayah Desa Blabak Kecamataan Pesantren Kota Kediri.
3.    Menjelaskan upaya yang oleh tua murid PAUD SPS Al – Hidayah Desa Blabak Kecamataan Pesantren Kota Kediri.

D.       Manfaat Penulisan
1.    Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan menjadikan peneliti menjadi peduli terhadap permasalahan dalam dunia pendidikan di Indonesia terutama tindak kekerasan seksual terhadap anak yang meningkat di Indonesia.
2.    Bagi pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menangani masalah tindak kekerasan seksual terhadap anak dalam dunia pendidikan dan di luar dunia pendidikan itu sendiri, serta membuat masyarakat menyadari dan melakukan upaya – upaya dalam mencegah terjadinya tindak kekerasan terhadap anak.


BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Pengertian dan Fungsi Pendidikan
Menurut sudut pandang yang luas, pendidikan adalah segala jenis pengalaman kehidupan yangg mendororng timbulnya minat belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan sesuatu hal yang telah diketahui itu. Keadaan itu berlangsung di dalam segala jenis dan bentuk lingkungan sosial sepanjang kehidupan. Selanjutnya, setiap jenis dan bentuk lingkungan itu memengaruhi pertumbuhsn individu dalam hal potensi – potensi fisis, spiritual, individual,sosial dan religius, sehingga mennjadi manusia seutuhnya; manusia yang menyatu dengan jenis dan sifat khusus lingkungan setempat.
Menurut pendekatan dari sudut sempit, pendidikan merupakan seluruh kegiatan yang direncanakan serta dilakuakan secara teratur dan terarah di lembaga pendidikan sekolah. Pendidikan diartikan sebagai sistem persekolahan. Dalam hal ini pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana yang diselenggarakan oleh suatu institusi persekolahan (school education) untuk membimbing dan melatih peserta didik agar tumbuh kesadaran tentang eksistensi kehidupan dan kemampuan menyelesaikan setiap persoalan kehidupan yang selalu muncul.[1]
Adapun pengertian pendidikan dari segi istilah kita dapat merujuk kepada berbagai sumber yang diberikan para ahli pendidikan. Dalam Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 UU RI No. 20 th. 2003) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menjadikan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengembangan diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.[2]
Pendidikan mempunyai fungsi, yaitu : 1) menumbuhkan kualitas subyek didik; 2) memperkaya khasanah budaya manusia, memperkaya nilai – nilai insani dan nilai – nilai ilahi; dan 3) menyiapkan tenaga kerja produktif.[3]
B.     Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak – hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya. HAM melipputi hak hidup, hak kemerdekaan atau kebebasan, hak milik, dan hak – hak dasar lain yang melekat pada diri pribadi manusia dan tidak dapat diganggu gugat oleh manusia lain. HAM hakikatnya semata – mata bukan dari manusia sendiri, tetapi dari Tuhan Yang Maha Esa.[4]

C.     Kekerasan pada Anak
Kekerasan adalah suatu perbuatan dengan menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani secara tidak sah, membuat orang tidak berdaya. Sering yang menjadi korban kekerasan adalah seorang anak baik dalam lingkungan rumah tangga ataupun lingkungan di luarnya. Anak – anak rawan menjadi korban kekerasan karena kedudukan mereka yang kurang menguntungkan serta mereka belum terlalu banyak mengetahui apa – apa.
Faktor penyebab terjadinya tindak kekerasan pada anak antara lain :
1.      Ekonomi
2.      Anggapan anak sebagai aset ekonomi
3.      Anggapan anak sebagai hak pribadi
4.      Rendahnya pemahaman orang tua/masyarakat mengenai hak anak
5.      Bias gender dalam masyarakat
6.      Gaya hidup konsumtif
7.      Pendidikan orang tua
8.      Tradisi budaya
9.      Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
10.  Lemahnya penerapan hukum[5]
Bentuk kekerasan yang dapat dialami oleh seorang anak dapat berupa tindakan – tindakan kekerasan baik secara fisik, psikis maupun seksual.
Physical abuse (kekerasan fisik), menunjukkan pada cedera yang ditemukan pada anak, bukan karena suatu kecelakaan tetapi cedera tersebut adalah hasil dari pemukulan dengan benda atau beberapa penyerangan yang diulang – ulang. Physical neglet (pengabaian fisik), kategori kekerasan ini dapat diidentifikasi secara umum dari kelesuan seorang anak, kepucatan dan dalam keadaan kekurangan gizi. Bentuk – bentuk kekerasan fisik dapat berupa: dicecoki, dijewer, dicubit, dijambak, dijitak, digigit, dicekik, direndam, disiram, diikat, didorong, dilempar, diseret, ditempeleng, dipukul, disabet, digebuk, ditendang, diinjak, dibanting, dibentur, disilet, ditusuk, dibacok, dipusur/dipanah, disundut, disetrika, disetrum, ditembak, berkelahi, dikeroyok, disuruh push up, disuruh lari, disuruh jalan dengan lutut. Dalam Kitab Undang – Undang hukum Pidana (KUHP), menyangkut kekerasan fisik dapat dilihat pada pasal: 351 – 355, Pasal 338 – 341, Pasal 229, pasal 347, pasal 269, pasal 297, pasal 330- 332, dan pasal 301.
Emotional abuse (kekerasan emosional), menunjuk pada keadaan yang tua/wali gagal menyediakan lingkungan yang penuh cinta kasih kepada seorang anak untuk bisa bertumbuh dan berkembang. Perbuatan yang dapat menimbulkan kekerasan emosional ini, seperti: tidak mempedulikan, mendiskriminasikan, meneror, mengancam, atau secara terang – terangan menolak anak tersebut. Bentuk – bentuk tindak kekerasan mental: dipelototi, digoda, diomeli, dicaci, diludahi, digunduli, diancam, diusir, disetrup, dijemur, disekap, dipaksa tulis dan hafal, dipaksa bersihkan wc/kerja, dipaksa cabut rumpu/kerja. Dalam KUHP, menyangkut kekerasan mental (psikologi) dapat dilihat dalam pasal 310, pasal 311, pasal 335.
Sexual abuse (kekerasan seksual), menunjuk kepada setiap aktivitas seksual, bentuknya dapat berupa penyerangan atau tanpa penyerangan. Kategori penyerangan, menimbulkan penderitaan berupa cedera fisik, kategori kekerasan seksual tanpa penyerangan menderita trauma emosional. Bentuk – bentuk kekerasan seksual: dirayu, dicolek, dipeluk dengan paksa, diremas, dipaksa onani, oral seks, anal seks, diperkosa. Dalam KUHP, menyangkut kekerasan seksual dapat dilihat: pasal 281 – 287, pasal 289, pasal 290, pasal 294, pasal 295.[6]

D.    Undang – Undang Perlindungan Anak
Anak – anak merupakan calon generasi penerus yang kelak harus memikul tanggungjawab dalam menjaga keberlangsungan bangsa dan negaranya. Selain itu, negara juga berkewajiban untuk menjamin hak yang dimiliki oleh mereka, terutama hak untuk mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan mereka tanpa adanya diskriminasi dalam melaksanakannya. Undang – Undang (UU) Republik Indonesia nomor 23 Tahun 2002 adalah UU yang menjamin tentang perlindungan anak. Dengan adanya UU tersebut diharapkan usaha untuk mengadakan perlindungan kepada anak semakin terealisasikan dan dapat dijamin oleh berbagai pihak. Berikut ini pasal – pasal dalam UU No. 23 Th. 2003 yang berkaitan dengan hak anak untuk mendapatkan perlindungan terutama perlindungan terhadap kekerasan seksual.
1.      Pasal 13
(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

2.      Pasal 15
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.

3.      Pasal 16
(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
4.      Pasal 17
(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

5.      Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
BAB III
METODE PENELITIAN

A.  Jenis  dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan penyelidikan mendalam (in depth study) mengenai suatu unit sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisasikan dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut. [7]
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian ini berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis dan mentafsirkan fakta – fakta serta hubungan – hubungan antara fakta – fakta alam, masyarakat, kelakuan dan rohani.[8] Penelitian  semacam ini bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan pendekatan induktif yang berupaya mengumpulkan fakta-fakta untuk ditarik menjadi kesimpulan. Langkah awal yang dilakukan adalah mendeskripsikan beberapa aspek yang diteliti. Setelah memperoleh data kemudian data tersebut diolah dan disusun dalam uraian naratif yang bersifat kreatif dan mendalam.
Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama yang berperan dalam mengumpulkan berbagai data yang diperlukan dalam penelitian ini. Selain itu, instrumen pelengkap dapat dikembangkan dan disesuaikan pada temuan di lapangan.
B.  Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung pada tanggal 8 – 20 Oktober 2012. Adapun tempat yang dijadikan obyek penelitian ini antara lain :
1.    PAUD SPS Al – Hidayah di Desa Blabak Kecamataan Pesantren Kota Kediri sebagai tempat utama penelitian ini. Di sini peneliti mendapatkan bebagai informasi dari beberapa nasrasumber yang sesuai dengan penelitian ini.
2.    Perpustakaan yang merupakan salah satu rujukan lain untuk mendapatkan data – data kepustakaan.

C.  Data dan Sumber Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1.    data primer, yaitu data yang diperoleh melalui hasil wawancara langsung dengan narasumber yang diperlukan dalam penelitian.
2.    data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi yang kemudian diolah berdasarkan kaidah penelitian.

Adapun sumber data yang telah didapatkan oleh peneliti adalah :
1.    sumber data yang berupa orang atau disebut dengan informan. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, jadi ia harus mempunyai pengalaman tentang latar penelitian.
2.    sumber data kepustakaan, yaitu sumber data yang pengambilannya dari karya para ahli yang sesuai atau melalui buku – buku yang dapat melengkapi data yang diperlukan.

D.  Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh peneliti adalah :
1.  wawancara
Wawancara merupakan kegiatan tanya jawab antara peneliti dan narasumber (responden) untuk mendapatkan keterangan atau pendapat secara lisan yang berlangsung dari seorang responden.[9] Tujuannya adalah untuk mendapatkan data yang diperlukan terkait dengan fokus penelitian yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai beberapa narasumber seperti guru dan orang tua murid PAUD SPS Al – Hidayah.
2.  dokumentasi
Metode dokumentasi adalah cara memperoleh data dengan jalan menyelidiki dokumen yang ada sebagai tempat penyimpanan data.  

E.   Tahap – Tahap Penelitian

Skema Prosedur dan Teknik Penelitian
Revisi
Analisis Data
Reduksi
Penyajian Data
Pengambilan Kesimpulan
Pengumpulan Data
 











Penulisan Hasil Penelitian
 






BAB IV
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Objek Penelitian
PAUD SPS Al – Hidayah terletak di Desa Blabak Kecamatan Pesantren Kota Kediri. PAUD ini berdiri sejak tahun 1999. Sekarang murid di PAUD ini mencapai sekitar 65 siswa.
Desa Blabak berbatasan dengan :
1.      Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Pesantren
2.      Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ngreco
3.      Sebelah timur berbatasan dengan Desa Silir
4.      Sebelah barat berbatasan dengan Blabak kota

B.     Kekerasan Seksual terhadap Anak di Indonesia
Seorang anak dapat memperoleh pendidikan melalui lingkungan keluarga, masyarakat maupun lingkungan formal. Salah satu lembaga tempat untuk mendapatkan pendidikan adalah sekolah. Dalam sekolah seorang anak akan mendapatkan pengetahuan, baik yang mereka peroleh pada saat kegiatan belajar berlangsung maupun di luarnya. Sekolah juga berperan dalam membentuk kepribadian anak selain anak mendapatkannya di lingkungan keluarga dan sebagai fasilitator bagi anak. Selain berhak mendapatkan pendidikan, seorang anak juga berhak untuk mendapatkan perlindungan dari berbagai elemen yang terdapat dalam lembaga tersebut.
Berbagai pemberitaan di media massa menyebutkan bahwa telah terjadi kasus kekerasan seksual yang menimpa anak di berbagai sekolah. Contoh kasus yang terjadi adalah kasus yang dialami oleh seorang siswa Taman Kanak – Kanak Jakarta International School (TK JIS). Berawal dari dia yang mengeluh kepada ibunya bahwa dia merasakan sakit pada bagian anus. Mendengar pengakuan anaknya, sang ibu membawanya ke rumah sakit. Setelah diperiksa, dokter memberitahukan bahwa anaknya mengidap penyakit herpes. Setelah itu, sang anak  mulai menceritakan bahwa dia telah mengalami kasus seperti itu. Dia mengaku bahwa yang melakukan tindakan itu adalah pegawai kebersihan TK tempatnya bersekolah. Mengetahui bahwa anaknya mendapatkan perlakuan yang seperti itu, ibunya melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian.
Sejak kasus TK JIS menyebar melalui berbagai pemberitaan, terdapat kasus – kasus lain yang serupa. Seperti di Playgroup Saint Monica. Seorang ibu melapor ke kepolisian Jakarta Utara dengan laporan kasus serupa di JIS, yakni anaknya telah menjadi korban tindak kekerasan seksual.
Selain di lingkungan pendidikan, kekerasan seksual juga terjadi di lingkungan tempat tinggal anak serta lingkungan masyarakat. Di Sukabumi, terdapat seorang pemuda dengan sebutan Emon yang telah melakukan tindak kekerasan seksual terhadap anak – anak yang jumlahnya lebih dari 100 anak. Karena trauma masa lalu yang pernah dialaminya, Emon menjadi seorang pedofilia yang menjerat anak – anak di lingkungannya. Sedangkan di Tegal, seorang ayah melakukan tindak kekerasan seksual kepada anak tirinya.
Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, pada 2011 telah terjadi 2.275 kasus, yang 887 di antaranya kasus seksual. Lalu KPAI juga memantau di 2012 terjadi kekerasan terhadap anak sebanyak 3.871 kasus, yang 1.028 di antaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak.
Sedangkan pada 2013 selama Januari–Februari, KPAI memantau terjadi sebanyak 919 kasus kekerasan terhadap anak, yang 216 di antaranya kasus merupakan kekerasan seksual. Data Komnas Perlindungan Anak Indonesia juga mencatat, untuk 2014 selama Januari–April tercatat 8 kasus kekerasan serupa.[10]

C.     Upaya Pemerintah, Masyarakat, dan Lembaga Lain dalam Mencegah dan Menanggulangi Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak
Berdasarkan UU No. 23 Th. 2003 tentang perlindungan terhadap anak, maka setiap orang yang melakukan tindakan tersebut termasuk melakukan tindak pidana. Berikut ini pasal – pasal mengenai hukuman terhadap pelaku.
1.      Pasal 80
(1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.

2.      Pasal 81
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

3.      Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Selain itu berdasarkan UU No. 23 Th. 2002 mengenai perlindungan terhadap anak, maka dibentuklah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI adalah lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan pasal 74 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kedudukan KPAI sejajar dengan komisi-komisi negara lainnya, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS), Komisi Kejaksaan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan lain-lain. KPAI merupakan salah satu dari tiga institusi nasional pengawal dan pengawas implementasi HAM di Indonesia (NHRI/National Human Right Institusion) yakni KPAI, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan.[11]
Berdasarkan pasal 76 UU No. 23 Th. 2002, tugas KPAI, yaitu :
1.      Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;
2.    Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
D.    Upaya Orang Tua dalam Mengantisipasi Terjadinya Kekerasan Seksual di PAUD SPS Al – Hidayah Desa Blabak Kecamatan Pesantren Kota Kediri
Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang menentukan perkembangan seorang anak. Di dalamnya, seorang anak akan mendapatkan pendidikan yang mendasar, seperti pembentukan moral dan pendidikan keagamaan. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Puji, salah satu wali murid PAUD SPS Al – Hidayah, bahwa beliau menanggapi kasus yang terjadi dalam dunia pendidikan ini biasa saja. Beliau seperti biasa memberikan perhatian kepada anaknya. Sedangkan berdasarkan wawancara peneliti dengan Ibu Wiwik, salah seorang wali murid PAUD SPS Al – Hidayah, beliau menuturkan bahwa berdasarkan kasus – kasus kekerasan seksual yang terjadi pada peserta didik tidak hanya dilimpahkan kepada pihak sekolah saja. Peranan orang tua sangat penting. Anak lebih lama menghabiskan waktu bersama di lingkungan keluarga, sedangkan dalam lingkungan sekolah anak hanya menghabiskan waktu yang lebih sedikit atau singkat dari waktu mereka ketika di rumah. Oleh karena itu, orang tua harus berusaha memberikan perhatian dan pengawasan yang lebih kepada anak ketika mereka berada di rumah.
Sebelum munculnya berbagai pemberitaan kasus kekerasan seksual yang menimpa sebagian anak di Indonesia, ibu Wiwik telah melakukan berbagai upaya dalam memantau perkembangan anaknya, seperti :
1.      Memberikan pendidikan akhlak dan membentuk moral
Hal yang paling mendasar dilakukan oleh Ibu Wiwik dan keluarga adalah memberikan pendidikan akhlak dan membentuk moral anaknya. Beliau menganggap bahwa hal baik akan mengikuti seorang anak apabila telah terbentuk akhlak dan moral anak tersebut. Anak akan mengerti dengan sendirinya hal yang baik dan benar karena mereka telah dibekali oleh orang tuanya.
2.      Melakukan pengawasan terhadap kegiatan anak dan mendampingi mereka
Ibu wiwik dan keluarga selalu memberikan pengawasan dan pendampingan terhadap kegiatan anaknya. Namun ketika melakukannya, beliau berusaha memberikan dengan cara yang halus dan tidak membuat anak menjadi takut karenanya. Seperti pada saat mengakses internet, beliau selalu mendampingi dan memberi tahu anaknya agar mengakses hal – hal yang positif serta memberikan batasan waktu kepadanya. Ketika anak ingin melihat acara televisi dan acara tersebut dianggap tidak sesuai olehnya, beliau berusaha untuk menghindarkan anaknya agar tidak melanjutkan melihat acara tersebut. Beliau membujuk anaknya untuk melakukan aktivitas lain, seperti berkumpul bersama dengan keluarga di ruang tamu. Dengan itu, anak akan menjadi lupa dan lebih tertarik untuk menikmati kebersamaan bersama keluarga.
3.      Mengenalkan anak pada keluarga dan teman serta memberi tahu cara bergaul dengan mereka
Dalam bergaul, anak diperkenalkan kepada keluarga maupun teman. Ibu Wiwik berusaha untuk mengawasi anaknya ketika bergaul. Beliau secara tidak langsung berusaha agar anaknya mengerti batasan antara pergaulan seorang anak laki – laki dan anak perempuan. Seperti pada saat beliau memberitahukan bahwa dia tidak boleh saling pegang memegang dengan teman laki – lakinya. Ketika anak berhadapan dengan orang lain, beliau mengisyaratkan agar dia memberi salam apabila mengenal orang tersebut dan apabila orang lain tersebut adalah orang asing, maka dia tidak perlu menyapanya.
4.      Menjawab pertanyaan anak ketika bertanya tentang anggota tubuh
Ketika sang anak bertanya kepadanya mengenai anggota tubuh terutama bagian intim, maka Ibu Wiwik akan menjawab seperlunya dan sesuai dengan pemahaman anak. Beliau juga berusaha mengalihkan pembicaraan agar anaknya tidak lagi menanyakan hal tersebut. Selain itu, ketika merawat anggota tubuh sang anak, Ibu Wiwik beranggapan untuk memberikan batasan, seperti halnya memandikan atau menyentuh bagian tubuh anak yang intim, apabila anak perempuan, maka hendaklah yang boleh menyentuhnya adalah ibu dan sebaliknya, apabila anak laki – laki, maka yang boleh menyentuhnya adalah ayah.

E.     Upaya Guru dalam Mengantisipasi Terjadinya Kekerasan Seksual di PAUD SPS Al – Hidayah Desa Blabak Kecamatan Pesantren Kota Kediri
Berbagai kasus kekerasan seksual yang menimpa peserta didik di Indonesia muncul dan menjadi topik yang dibicarakan dalam berbagai media. Hal tersebut membuat beberapa sekolah maupun lembaga pendidikan yang lain meningkatkan program – program untuk mencegah terjadinya kasus seperti itu. Seperti halnya di PAUD SPS Al – Hidayah. Berbagai program yang telah mereka susun kini ditingkatkan dan diberi tambahan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Siti Mahmudah, seorang guru PAUD SPS Al – Hidayah, beliau menuturkan bahwa upaya yang dilakukan oleh PAUD SPS Al – Hidayah dalam mengantisipasi tindak kekerasan seksual pada peserta didiknya antara lain :
1.    Membentuk akhlak murid
Pembentukan akhlak tidak hanya dilakukan di lingkungan keluarga, tetapi dimanapun itu, seorang anak juga harus dibentuk akhlak mereka, seperti halnya di lingkungan sekolah. Di PAUD SPS Al – Hidayah siswa diajarkan dan diperkenalkan nilai – nilai religius dimulai dengan hal – hal yang sederhana. Sebelum memulai pelajaran, murid dituntun untuk membaca atau menghapal doa – doa. Dengan demikian, diharapkan dengan terbentuknya akhlak akan mencetak anak yang berkepribadian dan mereka bisa membedakan bahkan menjauhi hal – hal yang dapat mengancam mereka.
2.    Menceritakan dongeng yang berisi pesan moral
Biasanya guru memberikan nasihat kepada murid melalui cerita dongeng yang di dalamnya berisi pesan moral. Mereka berusaha menarik perhatian anak dan membuat mereka memahami isi dari cerita yang telah dikisahkan oleh guru mereka. Seperti halnya pesan untuk menjaga diri mereka.
3.    Menghimbau siswa untuk menjauhi orang asing yang belum dikenal
Para guru PAUD SPS Al – Hidayah menghimbau siswanya untk menghindari orang asing yang belum mereka kenal. Dalam hal ini mereka memberi pengarahan agar tidak mengizinkan orang asing selain ibu untuk menyentuh bagian tubuh mereka.
4.      Memperkenalkan anak mengenai anggota tubuh mereka
Dalam kegiatan pembelajaran para guru PAUD SPS Al – Hidayah juga memperkenalkan anak mengenai anggota tubuh mereka. Misalnya ada seorang murid yang bertanya mengenai nama dari anggota tubuh intim mereka, maka guru akan menjawabnya dan memberikan pemahaman yang sesuai dengan usia mereka.
5.    Membahas topik tertentu dalam  kegiatan parenting
Parenting adalah kegiatan pertemuan antara guru dengan para wali murid yang membahas permasalahan tertentu serta mencari solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi. Kegiatan ini diadakan sekali dalam sebulan dan ini sudah berlangsung sebelumnya. Adanya kasus kekerasan seksual membuat pihak PAUD SPS Al – Hidayah mengagendakan kegiatan parenting dan mengambil pokok masalah mengenai tindakan kekerasan seksual. Kegiatan ini akan menimbulkan kerjasama antara para guru dan wali murid dalam memantau perkembangan anak mereka serta memberikan perlindungan kepada mereka.



BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Sekolah merupakan tempat anak untuk memperoleh pendidikan selain di lingkungan keluarga. Di dalam sekolah seorang anak berhak untuk mendapatkan pendidikan. Selain itu sekolah juga harus menjamin perlindungan bagi peserta didiknya. Terdapat berbagai kasus yang melanggar hak anak, seperti terjadinya tindak kekerasan seksual dalam sekolah yang menjadikan peserta didik sebagai korban.
2.      Dalam mewujudkan implementasi penerapan dan perlindungan terhadap pelanggaran HAM terutama perlindungan terhadap anak, pemerintah menyusun UU. No. 23 Th. 2002 tentang perlindungan terhadap anak. Berdasarkan hal tersebut dibentuklah Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
3.      Terdapat orang tua murid PAUD SPS Al – Hidayah  yang menanggapi kasu kekerasan seksual terhadap anak biasa saja, namun selain itu ada yang meningkatkan pengawasan dan pendidikan terhadap anak mereka. Seperti membentuk akhlak, memberikan pengawasan terhadap kegiatan anak, memperkenalkan cara bergaul, dan  menjawab pertanyaan anak mengenai anggota tubuh mereka.
4.      Upaya yang dilakukan oleh guru PAUD SPS Al – Hidayah dalam mengantisipasi terjadinya kekerasan seksual terhadap peserta didiknya antara lain : membentuk akhlak, menceritakan dongeng berisi pesan moral, menjauhi orang asing, memperkenalkan anak kepada anggota tubuhnya, dan  mengadakan parenting.
B.     Saran
Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan para peneliti yang lain menyajikan berbagai permasalahan dalam dunia pendidikan yang lainnya, sehingga sebagai warga negara kita peka terhadap persoalan yang dihadapi bangsa dan berusaha untuk menanggulangi ataupun menyelesaikannya apabila hal tersebut terjadi.


[1] Suparlan suhartono, Wawasan Pendidikan, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 41-46
[2] Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), 2
[3] Noeng Muhajir, Ilmu Pendidikan dan perubahan Sosial, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), hlm. 20
[4] Endang Zaelani Sukaya dkk, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Paradigma, 2002), 11
[5] Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2012 tentang Panduan Penguatan Kelompok Dasawisma untuk Pencegahan dan Penanganan dini Tindak Kekerasan terhadap Anak
[6] Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, (Bandung: Refika Aditama, 2012), 1 – 3
[7] Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 8
[8]Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam Ilmu – Ilmu Sosial dan Keagamaan ( Malang: Kalimah Sahada, 1996 ), 12

[9]Koentjaraningrat, 1993, MetodeWawancara, dalamMetode – MetodePenelitianMasyarakat, Jakarta: GramediaPustakaUtama, hal. 192
[10] Amir Amrullah, Wajah Lebam di Pendidikan Dasar, http://suar.okezone.com/read/2014/05/05/59/980110/wajah-lebam-di-pendidikan-dasar, 5 Mei 2014, diakses tanggal 10 Mei 2014
[11] Komisi Perlindungan Anak Indonesia, http://www.kpai.go.id/profil/, diakses pada tanggal 22 Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar